Sabtu, 23 Juli 2011

makalah INC


BAB  I
PENDAHULUAN

A.           Latar belakang
Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin merupakan masalah besar diberbagai negara salah satunya juga terjadi dinegara maju. WHO (World Health Organization) memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahunnya meninggal saat hamil atau bersalin. Di Asia Selatan 1:18 meninggal akibat kehamilan atau persalinan, di Afrika 1:14 dan di Amerika Utara 1:6,366 (Sarwono, 2007).
Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 menyatakan bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia mencapai 248 per 100.000 kelahiran hidup, sebagai angka tertinggi di ASEAN. Tingginya angka kematian ibu ini disebabkan oleh berbagai penyebab yang kompleks, yaitu sosial, budaya, ekonomi, tingkat pendidikan, fasilitas pelayanan kesehatan, dan gender, dan penyebab langsung kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan, infeksi, eklamsi, partus lama dan komplikasi abortus. Hal ini menempatkan upaya penurunan AKI sebagai program prioritas pemerintah.
Sedangkan angka kematian bayi (infant mortality rate), yakni angka kematian bayi sampai umur 1 tahun, di negara-negara maju telah turun dengan cepat dan sekarang mencapai angka di bawah 20 pada 1000 kelahiran (Sarwono, 2008).
Penyebab masalah tingginya AKI dan AKB di Indonesia ada dua yaitu penyebab tidak langsung dan langsung. Penyebab tidak lansung yaitu (high risk group), yaitu primigravida (umur < 20 tahun atau > 35 tahun), jumlah anak > 4 orang dan jarak persaiinan terakhir < 2 tahun, tinggi badan < 145 cm, berat badan < 38 kg atau lingkar lengan atas (lila) < 23,5 cm, riwayat penyakit Keluarga dan kelainan bentuk tubuh, riwayat obstetric buruk dan penyakit kronis, komplikasi. penyebab langsung kematian maternal, yaitu perdarahan pervaginum, infeksi, komplikasi akibat partus lama, ketuban pecah dini dan persalinan sungsang dengan pervaginam. Beberapa keadaan dan gangguan yang memperburuk keadaan ibu pada saat hamil yang berperan dalam kematian ibu adalah kekurangan gizi dan anemia (Hb' < 8 gr%) serta bekerja fisik berat selama kehamilan, yang memberikan dampak kehamilan yang kurang baik berupa bayi berat lahir rendah dan prematuritas (Djaja, 2006).
Data terakhir AKI di kota Jakarta tahun 2007 yaitu 68 per 1000 kelahiran hidup, dan AKB pada tahun 2007 yaitu 3,9 per 1000 kelahiran hidup, jauh lebih rendah dibandingkan angka kematian ibu secara nasional yang masih diatas 300 per 100.000 kelahiran hidup (Mediana, 2009).
Menyadari kondisi tersebut, Departemen Kesehatan telah menyusun strategi jangka panjang upaya penurunan angka kematian ibu dan kematian bayi baru lahir yang dikenal dengan sebutan “Making Pregnancy Saver” (MPS). Didalamnya terdapat 3 pesan ialah setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat, dan penanganan komplikasi keguguran. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah memberikan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang efektif dengan memberikan asuhan kebidanan mulai dari kehamilan, persalinan dan nifas serta bayi baru lahir dengan komplikasi maupun tidak dengan komplikasi hingga angka morbiditas dan mortalitas dapat diturunkan. Dalam upaya tersebut diperlukan sumber daya manusia yang mempunyai kemampuan untuk memberikan pelayanan optimal sesuai dengan standar (Mediana, 2009).
Untuk itu Pemerintah tengah mengupayakan program pelatihan para bidan dan ibu-ibu hamil. Jika bidan kompeten dalam bidangnya, sedikitnya 50% perdarahan akibat melahirkan bisa dicegah. Pelatihan itu juga dengan adanya asuhan persalinan normal (APN) bagi para bidan. Demikian juga dengan pelatihan bagi penanganan ibu pasca keguguran (JNPK-KR, 2008).
Bidan merupakan seorang profesional yang sudah dilatih dengan pengetahuan khusus dalam memberi bantuan kepada wanita agar tetap sehat selama hamil dan menolongnya pada waktu melahirkan, ahli dalam memberi asuhan, penyuluhan, konseling dan dukungan secara individu kepada wanita dan bayinya dalam siklus kehamilan dan persalinan
(Purwandari, 2008).
Upaya Mahasiswa untuk menurunkan angka kematian Ibu dan Bayi adalah dengan meningkatkan keterampilan dalam segi teori dan praktek kebidanan (Prawirohardjo, 2006 ).

B.            Tujuan Penulisan
1.             Tujuan umum
Memantau dan menerapkan Asuhan Kebidanan pada ibu bersalin dengan menggunakan Manajemen 7 langkah varney dan SOAP.
2.             Tujuan khusus
a.             Mampu melakukan pengkajian pada persalin untuk menilai keadaan klien secara keseluruhan pada Ny.S
b.             Mampu menginterpretasikan data untuk mengidentifikasi diagnosa/ masalah  pada Ny.S
c.             Mampu mengidentifikasi diagnosa/masalah potensial dan mengantisipasi penanganannya pada Ny.S
d.            Mampu melakukan tindakan segera pada Ny.S
e.             Mampu menyusun rencana asuhan secara menyeluruh dengan tepat dan rasional berdasarkan keputusan yang dibuat pada langkah sebelumnya pada Ny.S
f.              Mampu melaksanakan secara langsung asuhan yang efisien dan aman pada Ny.S
g.             Mampu mengevaluasi keefektifan asuhan yang diberikan pada Ny.S



C.           Ruang lingkup
Makalah ini membahas tentang Pelayanan Intenatal Care (INC) dengan Manajemen Kebidanan tujuh langkah varney ibu hamil trimester III pada Ny. A GPA hamil 39 minggu 1 hari dengan persalinan normal pada tanggal 06 Agustus 2010, di puskesmas Cilandak dengan menggunakan metode 7 langkah varney dan pendokumentasian SOAP.
D.           Sistematika penulisan
BAB I    : Pendahuluan 
Berisi tentang latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup, sistematika penulisan
BAB II : Tinjauan teori
Berisi tentang Defenisi persalinan, Jenis persalian dan istilahnya, Fisiologi persalinan, Tanda dan gejala Persalinan, Tahapan persalinan, Faktor-faktor yang mempengharui persalinan, Amniotomi, Episiotomi, Hecting, Tanda Bahaya persalinan, 58 langkah persalinan normal, Inisiasi menyusui dini, dan manajemen asuhan kebidanan
BAB III : Tinjauan kasus
Berisi tentang Pengkajian, analisa masalah (interpretasi data dasar), masalah pontensial, tindakan  segera, perencanaan tindakan, pelaksanan tindakan dan evaluasi serta SOAP.


BAB IV : Pembahasan
BAB V  : Penutup
Berisi tentang kesimpulan dan saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

BAB II
TINJAUAN TEORI

A.           Persalinan
1.             Definisi Persalinan
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit (JNPK-KR, 2008).
Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan ( 37- 42 minggu ), lahir spontan dengan persalinan belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin
(Prawirohardjo, 2006).
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun kedalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir
(Prawirohardjo, 2006).
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina kedunia luar
(Sarwono, 2006).
Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologi yang normal dalam kehidupan (Sumarah, 2008).
2.             Beberapa istilah yang ada hubungannya dengan persalinan :
a.              Menurut cara persalinan
1)             Persalinan Spontan yaitu persalinan terjadi karena dorongan kontraksi uterus dan kekuatan mengejan ibu.
2)              Persalinan Buatan yaitu persalinan dengan tenaga dari luar dengan ekstraksi dengan forcep/operasi sectio caesarea.
3)             Persalinan Anjuran yaitu persalinan tidak dimulai dengan sendirinya tetapi baru berlangsung setelah pemecahan ketuban, pemberian pitocin aprostaglandin.
b.             Menurut usia kehamilan  adalah sbb:
1)             Abortus adalah Penghentian kehamilan sebelum janin viabel, berat badan di bawah 500 gram, atau tua kehamilan di bawah 20 minggu.
2)             Partus Prematurus adalah suatu partus dari hasil konsepsi yang dapat hidup tetapi belum aterm (cukup bulan). Berat janin antara 1000 sampai 2500 gram atau tua kehamilan antara 28 minggu sampai 36 minggu.
3)             Partus Immaturus adalah pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari  28 minggu lebih dari 20 minggu dengan berat janin antara 500-1000 gram
4)             Partus Postmaturus (Serotinus) adalah partus yang terjadi 2 minggu atau lebih dari waktu partus yang di perkirakan.
5)             Partus luar biasa atau partus abdominal ialah bila bayi dilahirkan pervaginam dengan cunam, atau ekstraktor vakum, versi dan ekstraksi, dekapitasi, embriotomi dan sebagainya (Prawiroharjo, 2007).
3.             Fisiologi Persalinan
Terjadinya persalinan belum diketahui dengan pasti sehingga menimbulkan beberapa teori yang berkaitan dengan mulai terjadinya preses persalinan.
a.             Teori Keregangan
Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu. Setelah melewati batas waktu tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat dimulai. Keadaan uterus yang terus membesar dan menjadi tegang mengakibatkan iskemia otot-otot uterus.
b.             Teori Penurunan Progesteron
Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur kehamilan 28 minggu, dimana terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah mengalami perubahan-perubahan dan produksi progesteron mengalami penurunan, sehingga otot rahim mulai lebih sensitif terhadap oksitosin. Akibatnya otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan progesteron tertentu.

c.             Teori Oksitosin Internal
Oksitosin di keluarkan oleh kelenjar hipofise parst posterior. Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron dapat mengubah sensitivitas otot rahim, sehingga sering terjadi kontraksi branxton hicks. Menurunnya konsentrasi progesteron akibat tuanya kehamilan maka oksitosin dapat meningkatkan aktivitas, sehingga persalinan dimulai.
d.            Teori Prostaglandin
Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan 15 minggu, yang dikeluarkan oleh desidua. Pemberian prostaglandin pada saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga terjadi persalinan. Prostaglandin dianggap dapat memicu terjadinya persalinan.
e.             Teori Hipotalamus-pituitari dan Glandula Suprarenalis
teori ini menunjukkan pada kehamilan dengan anensefalus sering terjadi keterlambatan persalinan karena tidak terbentuk hipotalamus. Pemberian kortikosteroid yang dapat menyebabkan maturitas janin, induksi persalinan. dari beberapa percobaan tersebut disimpulkan ada hubungan antara hipotalamus-pituitari dengan mulainya persalinan. Glandula suprarenal merupakan pemicu terjadinya persalinan.


f.              Berkurangnya Nutrisi
Berkurangnya nutrisi pada janin dikemukakan oleh hippokrates untuk pertama kalinya. Bila nutrisi pada janin berkurang maka hasil konsepsi akan segera dikeluarkan
g.             Faktor lain
Tekanan pada ganglion servikale dari pleksus frankenhauser yang terletak dibelakang serviks. Bila ganglion ini tertekan, maka kontraksi uterus dapat dibangkitkan
(Sumarah, 2008).
4.             Tanda Dan Gejala Inpartu
a               Penipisan dan pembukaan serviks.
b               Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan servik (frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit)
c               Cairan lendir bercampur darah (show) melalui vagina
(JNPK-KR, 2008).
5.             Tahapan persalinan
Persalinan dibagi menjadi 4 tahap yaitu
a               Persalinan kala I
Kala satu persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan meningkat (frekuinsi dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10 cm). Kala satu persalinan terdiri atas dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif, yaitu :
1)             Fase laten, dari pembukaan 0 cm sampai pembukaan 3 cm, fase laten berlangsung hampir atau hingga 7 jam
2)             Fase aktif
Dari pembukaan serviks 4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap atau 10 cm, akan terjadi dengan kecepatan rata-rata per jam (nulipara atau primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm (multipara). Dalam fase aktif ini masih dibagi menjadi 3 fase lagi yaitu :
a)             Fase akselerasi, dimana dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm.
b)             Fase dilatasi maksimal, yakni dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat, dari pembukaan 4 cm menjadi 9 cm.
c)             Fase deselerasi, dimana pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam waktu 2 jam pembukaan 9 cm menjadi 10 cm.
b               Persalinan kala II
Dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses ini berlangsung 2 jam pada primigravida dan 1 jam pada multigravida. Pada kala ini his menjadi lebih kuat dan cepat kurang lebih 2-3 menit sekali (Sumarah, 2009).


Gejala dan tanda-tanda kala II persalinan yaitu :
1)             Ibu merasa ingin meneran bersama dengan terjadinya kontraksi.
2)             Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum dan atau vaginanya.
3)             Perineum menonjol.
4)             Vulva-vagina dan sfinger ani membuka.
5)             Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah (JNPK-KR, 2008).
c               Persalinan kala III
Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Setelah bay lahir uterus teraba keras dengan fundus uteri agak diatas pusat. Beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya (Sumarh, 2009).
Tanda-tanda pelepasan plasenta :
1)             Perubahan bentuk dan tinggi uterus
2)             Talipusat memanjang
3)             Semburan darah mendadak dan singkat (JNPK-KR, 2008).
d              Persalinan Kala IV
Dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post partum. Tujuan asuhan persalinan adalah memberikan asuhan yang memadahi selama persalinan dalam upaya mencapai pertolongan yang bersih dan nyaman, dengan memperhatikan aspek sayang ibu dan sayang bayi
(Sumarah, 2008).
6.             FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Persalinan
a.             Passage (Jalan Lahir)
Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang padat, dasar panggul, vagina, dan introitus (lubang luar vagina). Meskipun jaringan lunak, khususnya lapisan-lapisan otot dasar panggul ikut menunjang keluarnya bayi, tetapi panggul ibu jauh lebih berperan dalam proses persalinan. Janin harus berhasil menyesuaikan dirinya terhadap jalan lahir yang relatif kaku.
1)             Jalan lahir/panggul keras
a)             2 tulang pangkal paha (os coxae) terdiri dari os ilium (tulang usus), os ischium (tulang duduk) dan os pubis (tulang kemaluan).
b)             1 tulang kelangkang (os sacrum).
c)             1 tulang ekor (os cocsygis).
Bidang-bidang hodge adalah bidang semu sebagai pedoman untuk menentukan kemajuan persalinan yaitu seberapa jauh penurunan kepala melalui pemeriksaan dalam/vagina toucher (VT).


Adapun bidang hodge sebagai berikut :
a)             Hodge I : Bidang yang setinggi pintu atas panggul (PAP)byang di bentuk oleh promotorium, artikulasio, sakro-iliaca, sayap sacrum, linea inominata, ramus superior os pubis, tepi atas symfisis pubis.
b)             Hodge II : Bidang setinggi pinggir bawah symfisis pubis berhimpit  dengan PAP (Hondge I)
c)             Hodge III : Bidang setinggi spina ischikadika berhimpit dengan PAP (Hodge II)
d)            Hodge IV : Bidang setinggi ujung os soccygis berhimpit dengan PAP (Hodge III)
2)             Bagian lunak panggul
Bagian ini tersusun atas segmen bawah uterus, servik uteri, vagina, muskulus dan ligamentum yang menyelubungi dinding dalam dan bawah panggul.
b.             Passanger  (janin dan plasenta)
Janin bergerak sepanjang jalan lahir merupakan akibat interaksi beberapa faktor, yakni ukuran kepala janin, presentasi, letak, dan posisi janin. Karena plasenta juga harus melewati jalan lahir, maka ia dianggap juga sebagai bagian dari passenger yang menyertai janin. Namun plasenta jarang menghambat proses persalinan pada kehamilan normal.
1)             Ukuran kepala janin
a)             Diameter, sub occipito brekmatika 9,5cm, occipito frontalis 12cm, mento occipitalis 13,5cm, submento bregmatika 9,5cm.
b)             Ukuran circumferensia (keliling), Fronto occipitalis 34cm, mento occipitalis 35cm, sub occipito bregmatika 32cm.
2)             Presentasi janin
Presentasi adalah bagian janin yang pertama kali memasuki pintu atas panggul dan terus melalui jalan lahir saat persalinan mencapai aterem.
3)             Letak janin
Letak adalah hubungan antara sumbu panjang (punggung) janin terhadap sumbu panjang (punggung ibu). Ada dua macam letak yaitu memanjang atau vertikal, dan melintang atau horizontal.
4)             Sikap janin
Sikap adalah hubungan bagian tubuh janin yang satu dengan bagian tubuh yang lain. Janin mempunyai postur yang khas (sikap) saat berada dalam rahim.
5)             Posisi janin
Posisi adalah hubungan antara bagian perentasi (oksiput, sacrum, mentum/dagu, sinsiput/puncak kepala yang defleksi/menengah)terhadap empat kuadran ibu. Yaitu posisi oksipito anterior kanan, oksipito tranversal kanan, oksipito posterior kanan, oksipito posterior kiri, oksipito tranversal kiri, oksipito anterior.
c.             Power (kekuatan)
Kekuatan terdiri dari kemampuan ibu melakukan kontraksi involunter dan volunteer secara bersamaan untuk mengeluarkan janin dan plasenta dari uterus. Kontraksi involunter disebut juga kekuatan primer, menandai dimulainya persalinan. apabila servik berdilatasi, usaha volunteer dimulai untuk mendorong, yang disebut kekuatan sekunder, dimana kekuatan ini memperbesar kekuatan kontraksi involunter (Sumarah, 2008).
7.             Amniotomi
Selama selaput ketuban masih utuh, janin akan terhindar dari infeksi dan asfiksia. Cairan amniotic berfungsi sebagai perisai yang melindungi janin dari tekanan penuh dikarenakan kontraksi. Oleh karena itu perlu dihindarkan amniotomi dini pada kala I. Biasanya, selaput ketuban akan pecah secara sepontan (Sumarah, 2008).
a.             Keuntungan tindakan amniotomi
1)             Untuk melakukan pengamatan ada tidaknya mekonium.
2)             Menentukan punctum maksimum DJJ akan lebih jelas.
3)             Mempermudah perekaman pada saat memantau janin.
4)             Mempercepat proses persalinan karena mempercepat proses pembukaan serviks.
b.             Kerugian tindakan amniotomi
1)             Dapat menimbulkan trauma pada kepala janin yang mengakibatkan kecacatan pada tulang kepala akibat dari tekanan deferensial meningkat.
2)             Dapat menambah kompresi tali pusat akibat jumlah cairan amniotik berkurang.
c.             Indikasi amniotomi
1)             Pembukaan lengkap
2)             Pada kasus solutio placenta (Sumarah, 2008).
8.             Episiotomi
Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan bahu dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali. Jalin kerjasama dengan ibu dan gunakan perasat manual yang tepat dapat mengatur kecepatan kelahiran bayi dan mencegah terjadinya laserasi. Kerjasama akan sangat bermanfaat saat kepala bayi pada diameter 5-6 cm tengah membuka vulva (crowning) karena pengendalian kecepatan dan pengaturan diameter kepala saat melewati introitus dan perineum  dapat mengurangi kemungkinan terjadinya robekan. Bimbing ibu untuk meneran dan beristirahat atau bernapas dengan cepat pada waktunya (JNPK-KR, 2008).
Episiotomi dilakukan dengan membuat insisi bedah kecil ke dalam perineum, yang membantu mencegah peregangan berlebihan oleh kepala bayi pada jaringan vulva posterior serta otot-otot perineum, dan mengganti robekan vagina serta perineum yang tidak beraturan dengan jaringan yang terpotong rapi dan bersih sehingga memungkinkan perbaikan optimal. Episiotomi juga membantu mengurangi resistensi terhadap bagian terendah yang terus maju dan dianjurkan pada kelahiran bayi premature (atlas kebidanan).
Episiotomi medialis hanya disertai dengan sedikit perdarahan, perbaikan yang lebih mudah, dan nyeri penyembuhan yang jauh lebih ringan dibandingkan dengan episiotomi posterolateral. Namun, episiotomi medialis memiliki risiko tinggi untuk meluas ke rektum. Episiotomi mediolateralis adalah suatu kompromi yang dapat diterima. Kebanyakan operator menggunakan gunting pada pelaksanaan tindakan ini meskipun skapel dapat menghasilkan insisi yang rapi dan terkendali di tangan orang yang berpengalaman
(Rukiah, 2009).
Pada masa yang lalu, tindakan  episiotomi dilakukan secara rutin terutama pada primipara. Tindakan ini bertujuan untuk mencegah trauma pada kepala janin, mencegah kerusakan pada spinter ani serta lebih mudah untuk menjahitnya. Namun hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada bukti yang mendukung manfaat episiotomo. Pada kenyataannya tundakan episiotomi dapat menyebabkan peningkatan jumlah kehilangan darah ibu, bertambah dalam lika perinium bagian posterior, meningkatkan kerusakan pada spinter ani dan peningkatan rasa nyeri pada hari-hari pertama postpartum (Sumarah, 2008).
a.             Indikasi episiotomi
1)             Gawat janin. Untuk menolong keselamatan janin, maka persalinan harus segera diakhiri.
2)             Persalinan pervaginam dengan penyulit, misalnya presbo, distosia bahu, akan dilahirkan ekstraksi forcep, ekstraksi vacum.
3)             Jaringan perut pada perineum ataupun pada vagina.
4)             Perineum kaku dan pendek.
5)             Adanya ruptur yang membakat pada perineum.
6)             Prematur untuk mengurangi tekanan pada kepala janin.
b.             Macam-macam episiotomi
1)             Episiotomi Medialis, dikerjakan pada garis tengah.
2)             Episiotomi Medialateral, dikerjakan pada garis tengah yang dekat muskulus sfinter ani.
3)             Episiotomi Lateral, dikerjakan pada yang dekat muskulus sfinter ani (Sumarah, 2008).
c.             Derajat laserasi
1)             Derajat satu : mukosa vagina, komisura posterior, dan kulit perineum.
2)             Derajat dua : mukosa vagina, komisura, kulit perineum, dan otot perineum.
3)             Derajat tiga : mukosa vagina, komisura, kulit perineum, otot perineum, dan otot sfingter ani.
4)             Derajat empat : mukosa vagina, komisura, kulit perineum, otot perineum, otot sfingter ani, dan dinding depan rektum (JNPK-KR, 2008).
9.             Hecting
Tujuan menjahit laserasi atau episiotomi adalah untuk menyatukan kembali jaringan tubuh (mendekatkan) dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu (memastikan hemostasis). Ingat bahwa setiap kali jarum masuk jaringan tubuh, jaringan akan terluka dan menjadi tempat yang potensial untuk timbulnya infeksi. Oleh sebab itu pada saat menjahit laserasi atau episiotomi gunakan benang yang cukup panjang dan gunakan sedikit mungkin jahitan untuk mencapai tujuan pendekatan dan hemostasis (JNPK-KR, 2008).
Macam-macam penjahitan
a.             Menjahit luka episiotomy medialis
Mula-mula otot perinrum kiri dan kanan dirapatkan dengan beberapa jahitan. Kemudian fasia dijahit dengan beberapa jahitan, lalu lender vagina dijahit pula dengan beberapa jahitan. Terakhir kulit perineum dijahit dengan empat atau lima jahitan. Jahitan dapat dilakukan secara terputus-putus (interrupted suture) atau secara jelujur (continious suture).
b.             Menjahit luka episiotomy medialateralis
Pada tekhnik ini insisi dimulai dari bagian belakangg introitus vagina menuju kearah belakang dan samping. Arah insisi ini dapat dilakukan kearah kanan ataupun kiri, tergantung pada kebiasaan orang yang melakukannya, panjang insisi kira-kira 4 cm, tekhnik menjahit sama pada luka episiotomy medialis. Penjahitan dilakukan sedemikian rupa sehingga setelah penjahitan selesai hasilnya harus simetris.
c.             Menjahit luka episiotomy lateralis
Pada teknik ini insisi dilakukan kearah lateral mulai dari kira-kira pada jam 3 atau 9 menurut arah jarum jam, tekhnik ini sering tidak dilakukan lagi oleh karena banyak menimbulkan komplikasi, tekhnik penjahitan sama dengan luka episiotomy medialateralis (Rukiyah, 2009).
d.            Menjahit luka episiotomy menurut derajat luka
1)             Luka derajat I dapat dilakukan hanya dengan catgut yang dijahitkan secara jelujur. Menjahit luka eppisiotomy (continuos suture) atau dengan cara angka delapan (figure of eight).
2)             Luka derajat II, sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat II maupun tingkat III, jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir yang bergerigi tersebut harus diratakan terlebih dahulu, pingir robekan sebelah kiri dan kanan masing-masing diklem terlebih dahulu, kemudian digunring. Setelah pinggir robekan rata, baruu dilakukan penjahitan lika robekan, mula-mula otot dijahit dengan catgut, kemudian selaput vagina dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau jelujur, penjahitan lender vagina dimulai dari puncak robekan, terakhir kulit perineum dijahit dengan benang sutera secara terputus-putus.
3)             Tingkat III mula-mula dinding vagina depan rektum yang robek dijahit. Kemudian perineal dan fasia septum rektovaginal dijahit dengan catgut chromic, sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung otot spingter ani yang terpisah oleh karena robekan di klem dengan pean lurus, kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu kembali. Selanjutnnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti robekan perineum tingkat II
(Rukiyah, 2009).
10.         Tanda-Tanda Bahaya Pada Persalinan
a.             Tekanan darah tinggi.
b.             Gawat janin.
c.             His menjadi lemah.
d.            Distosia bahu.
e.             Perdarahan (Sumarah, 2008).
11.         Penatalaksanaan Dalam Proses Persalinan
1)            Mendengar dan melihat adanya tanda persalinan kala dua
a)             Ibu merasa ada dorongan kuat dan meneran
b)             Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan vagina
c)             Perineum tampak menonjol.
d)            Vulva dan sfinger ani membuka.
2)            Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan essensial untuk   menolong persalinan dan menatalaksana komplikasi ibu dan bayi baru lahir. Untuk resusitasi tempat datar, rata, bersih, kering, dan hangat, 3 handuk/kain bersih dan kering, alat penghisap lendir, lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm di atas tubuh bayi.
a)             Menggelar kain diatas perut ibu dan tempat resusitasi serta ganjal bahu bayi
b)             Menyiapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai didalam partus set
3)            Pakai celemek plastik.
4)            Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai, cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering.
5)            Pakai sarung tangan DTT pada tangan yang akan digunakan untuk periksa dalam.
6)            Masukkan oksitosin kedalam tabung suntik (gunakan tangan yang memakai sarung tangan DTT dan steril pastikan tidak terjadi kontaminasi pada alat suntik).
7)            Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari depan kebelakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang dibasahi air DTT.
a)             Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja, bersihkan dengan seksama dari arah depan ke belakang.
b)             Buang kapas atau kasa pembersih (terkontaminasi) dalam wadah yang tersedia.
c)             Ganti sarung tangan jika terkontaminasi (dekontaminasi, lepaskan dan rendam dalam larutan klorin 0,5% → langkah # 9)
8)            Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap, bila selaput ketuban dalam pecah dan pembukaan sudah lengkap maka lakukan amniotomi.
9)            Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih memakai sarung tangan kedalam larutan klorin 0,5% kemudian lepaskan dan rendam dalam keadaan terbalik dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Cuci kedua tangan setelah sarung tangan dilepaskan.
10)        Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi atau saat relaksasi uterus untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120-160 x/menit)
a)             Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
b)             Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semua hasil-hasil penilaian serta asuhan lainnya pada partograf
11)        Beritahukan bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik,  bantu ibu dalam manemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan keinginannya.
a)             Tunggu hingga timbul rasa ingi meneran, lanjutkan pemantauan kondisi dan kenyamanan ibu dan janin (ikuti pedoman penatalaksanaan fase aktif) dan dokumentasikan semua temuan yang ada
b)             Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana peran mereka untuk mendukung dan memberi semangat pada ibu untuk meneran secara benar
12)        Minta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran ( bila ada rasa ingin meneran dan terjadi kontraksi yang kuat, bantu ibu keposisi setengah duduk atau posisi lain yang diinginkan dan pastikan ibu merasa nyaman ).
13)        Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ada dorongan kuat untuk meneran.
a)             Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif
b)             Dukung dn beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara meneran apabila caranya tidak sesuai
c)             Bantu ibu mengambil posisi sesuai pilihannya (kecuali posisi berbaring terlentanga dalam waktu yang lama)
d)            Anjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi
e)             Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu
f)              Berikan cukup asupan cairan peroral (minum)
g)             Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai
h)             Segera rujuk ibu jika bayi belum atau tidak akan segera lahir setelah (120 menit) 2 jam (primigravida) atau (60 menit) 1 jam (multigravida)
14)        Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman. Jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
15)        Letakkan handuk bersih ( untuk mengeringkan bayi )diperut ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diemeter 5-6 cm.
16)        Letakkan kain bersih yang dilipat sepertiga bagian dibawah bokong ibu.
17)        Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan.
18)        Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.
19)        Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva maka lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan kering. Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu untuk meneran perlahan atau bernapas cepat dan dangkal.
20)        Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi, dan segera lanjutkan proses kelahiran
a)             Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lewat bagian atas kepala bayi
b)             Jika tali melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua tempat dan potong diantara kedua klem tersebut
21)        Tunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.
22)        Setelah kepala telah melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparietal. Anjurkan ibu untuk meneran saat berkontraksi. Dengan lembut gerakkan kepala kearah bawah dan distal hingga bahu depan muncul dibawah arkus pubis dan kemudian gerakkan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.
23)        Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah kearah perineum ibu untuk menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang lengan dan siku sebelah atas.
24)        Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke punggung, bokong, tungkai, dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk dintara kaki dan pegang masing-masing mata kaki dengan ibu jari dan jari-jari lainnya).
25)        Lakukan penilaian sepintas :
1)             Apakah bayi menangis kuat dan atau bernapas tanpa kesulitan ?
2)             Apakah bayi bergerak dengan aktif?
Jika bayi tidak menangis, tidak bernapas atau megap-megap lakukan langkah resusitasi (lanjut kelangkah resusitasi pada asfiksia bayi baru lahir).
26)        Keringkan tubuh bayi
Keringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian-bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan handuk atau kain yang kering biarkan bayi diatas perut ibu.
27)        Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi didalam uterus.
28)        Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi baik.
29)        Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin10 unit IM di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin).
30)        Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm distal dari klem pertama.
31)        Pemotongan dan pengikatan tali pusat
a)             Dengan 1 tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi), dan lakukan pengguntingan tali pusat diantara 2 klem tersebut.
b)             Ikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian melingkarkan kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul lalu kunci pada sisi lainnya.
c)             Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang telah disediakan.
32)        Letakkan bayi agar ada kontak kulit ibu ke kulit bayi. Letakkan bayi tengkurap di dada ibu, luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel didada/perut ibu. Usahakan kepala bayi berada diantara payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari puting payudara ibu.
33)        Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi dikepala bayi.
34)        Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva.
35)        Letakkan satu tangan diatas kain pada perut ibu, ditepi atas simpisis untuk mendeteksi, tangan lain menegangkan tali pusat.
36)        Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat kearah bawah sambil tangan yang lain mendorong uterus kearah belakang atas (dorso kranial) secara hati-hati untuk mencegah inversio uteri.
a)             Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik hentikan penegangan talipusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur diatas
b)             Jika kontraksi tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau anggota keluarga untuk melakukan stimulasi puting susu
37)        Lakukan penegangan  dan dorongan dorso kranial hingga plasenta terlepas, minta ibu untuk menelan dan penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso kranial)
a)             Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta.
b)             Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menitmenegangkan tali pusat:
(1)          Beri dosis ulangan oksitosin 10 unit
(2)          Lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh
(3)          Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan
(4)          Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya
(5)          Jika plasenta tidak lahir dalam 30 detik setelah bayi lahir atau bila terjadi perdarahan, segera lakukan plasenta manual.
38)        Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua tangan. Pegang dan putar plasenta pada wadah yang telah disediakan. Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT/steril untuk menemukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan atau klem DTT atau steril untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.
39)        Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan massase uterus. Letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan massase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras). Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi setelah 15 detik di massase.
40)        Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan pastikan selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukkan plasenta kedalam kantung plastik atau tempat khusus.
41)        Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan aktif, segera lakukan penjahitan.
42)        Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam.
43)        Biarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam.
a)             Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusui dini dalam waktu 30-60 menit. Menyusu pertama biasanya berlangsung sekitar 10-15 menit. Bayi cukup menyusu dari satu payudara.
b)             Biarkan bayi berada di dada ibu selama satu jam walaupun bayi sudah berhasil menyusu.
44)        Setelah satu jam, lakukan penimbangan dan pengukuran bayi, beri tetes mata, antibiotik profilaksis, dan vitamin K 1 mg Intra Muskular di paha kiri antero lateral.
45)        Setelah satu jam pemberian vitamin K, berikan suntikan imunisasi Hepatitis B di paha kanan antero lateral.
a)             Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa disusukan
b)             Letakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil menyusu didalam satu jam pertama dan biarkan sampai bayi berhasil menyusu.
46)        Lanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam.
a)             2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan